Sistem Pertanian Kuna  Pernah Terjadi di Situs Liyangan


Sebagian  bangunan candi di  Situs Liyangan yang sudah berhasil digali dan dapat disaksikan oleh para pengunjung.  Meskipun , proses ekskavasi masih memerlukan waktu yang lama. Foto: Widiyas Cahyono  

TEMANGGUNG-  Proses penelitian  lanjutan Situs Liyangan di Desa Purbosari, Kecamatan Ngadirejo, Kabupaten Temanggung yang dilakukan oleh Balai Arkeologi  Yogyakarta pada akhir September lalu.
Meskipun belum bisa mencapai keseluruhannya, namun dari hasil temuannya  memperjelas sistem pertanian kuna pernah terjadi di situs Kerajaan Mataram Kuna yang terkubur material galian C akibat erupsi Gunung Sindoro ratusan tahun silam.

“Di  bagian atas areal pertanian tersebut ditemukan  yoni yang cukup unik yakni yoni pipih dengan ketebalan sekitar 20 sentimeter berbentuk  bundar dengan diameter sekitar satu meter,” kata Kepala Balai Arkeologi
 Yogyakarta, Sugeng Riyanto.

Sugeng Riyanto mengatakan, yoni yang ditemukan dalam proses ekskavasi tersebut tergolong sangat unik dan hanya ada di Liyangan. Yakni, yoni yang berada di struktur bolder, Seperti struktur pertanian sekarang yang berteras. Yoni tersebut berada di teras yang paling tinggi.

Menurutnya, keberadaan yoni yang ditemukan tersebut diartikan berkaitan langsung dengan pertanian dan irigasi, karena di depan cerat yoni tersebut  terdapat saluran irigasi. Ia menambahkan , yoni tersebut diperkirakan  sebagai jantung pertanian kuna dan berada di bagian yang paling tinggi dan digunakan sebagai
tempat untuk upacara tertentu.

“Yoni tersebut yang melambangkan kesuburan. Pada bagian lubangnya itu diberi lingga. Air atau bunga ketika upacara langsung masuk ke bumi. Kita punya gambaran sistem pertanian yang kuna itu, jadi sebelum
bertani mengadakan upacara di atas kemudian airnya mengalir ke tanah dan ke mana-mana," kata Sugeng Riyanto yang juga Ketua tim ekskavasi Situs Liyangan tersebut.
 
Ia menambahkan,  pada penelitian terakhir bulan September 2017, tim ekskavasi melakukan penelitian untuk memperjelas hubungan antara teras halaman empat ke halaman tiga yang ada di areal situs tersebut.
Dari hasil penelitian tersebut juga ditemukan  antara  teras halaman empat untuk naik ke halaman tiga tertutup rapat dengan benteng dari bambu yang ditancapkan ganda dengan jarak 30 sentimeter.
 
Adanya temuan  benteng bambu  yang menutup rapat kedua halaman tersebut, kalau untuk masuk tidak bisa langsung, melainkan harus melalui tangga. Namun, hingga saat ini n tangganya belum ditemukan. Sugeng Riyanto menambahkan, penelitian terhadap keberadaan situs Kerajaan Mataram Kuna yang berada di lereng Gunung Sindoro tersebut, saat ini baru mencapai sekitar 15 hingga 20 persen. Sehingga untuk mengungkap secara tuntas tentang situs yang tidak jauh dari sumber mata air Sungai Progo, yakni Umbul Jumprit tersebut , masih banyak yang harus dilakukan
“Jadi masih banyak ‘PR’ bagi kami Karena yang diteliti  baru sekitar 15 hingga 20 persen dari seluruh area maupun seluruh informasi yang ada," katanya.
 
 
 

Penulis : widias
Editor   :