FAKTOR apakah yang menyebabkan Starbucks bertahan dengan 20.000 gerai di hampir 45 negara bersama kopi? Senyuman adalah salah salah satu modal yang ia miliki.
Jangan menyepelekan senyuman. Rupanya inilah yang dianalisa Joseph A Michelli, seorang konsultan perusahaan, pendiri Lessons for Success di Colorado mengenai gerai kopi asal Seattle, Washington tersebut. Dalam bukunya The Starbucks Experience, ia mengupas rahasia Starbucks yang mengubah secangkir kopi menjadi fenomena bisnis yang mendunia.
Salah satu langkah yang dicermati terhadap kisah sukses itu adalah bagaimana pengecer kopi ini memosisikan produknya agar tetap Surpirse and Delight (penuh kejutan dan mengasyikkan). Cara jualan Starbucks bukan sekadar air kopi, tetapi juga interaksi. Berdagang dengan penuh kegembiraan, menjadikan pelanggan gembira, mersasa ditemani dan menjadi sebuah keluarga besar di dalamnya.
Kedai kopi eceran ini berkali-kali melakukan eksperimen, pada saatnya ditemukanlah resep nonproduk yang berdampak penjualan luar biasa. Yakni, kemasan layanan yang mampu menceriakan kaum tua dan generasi sesudahnya. Konsep Surpirse and Delight diadopsi pada tahun 1800-an, bermula dari produk popcorn yang dilumuri cokelat, gula dan sirup berlabel Cracker Jack. Revolusi gagasan berikutnya muncul pada 112 tahun sesudahnya, dimana kelegitan dan kelezatan saja tidak cukup. Starbucks berpikir tentang keasyikan lain per kemasan yang dijualnya. Ia tidak berpikir lain kecuali menyertakan kejutan dan keasyikan di samping produk kopi yang dijajakannya. Dipilihlah kejutan hadiah sebagai penyerta.
Selain itu banyak cerita di luar rasa kopi yang menjadikan pelanggan Starbucks merasa dipeluk mesra. Yakni bagaimana para barista rela mendatangi meja ketika Anda terlihat kurang sehat. Kemudian pihak barista menawarkan mengantar Anda sampai ke klinik atau rumah sakit jika diperlukan. Yang lebih hebat lagi, tambahan senyuman di antara mereka.
Sadar akan pilihan itu, perusahaan yang sudah merajai waralaba di berbagai belahan dunia ini tetap menerapkan standar “bisnis kebahagiaan.” Ia tidak memilih konsep bisnis “berkompetisi” antarkaryawan atau membuka peluang friksi antarbagian di internal perusahaan.
Pasti ada orang-orang hebat di belakang konsep besar itu. Konsep yang diracik dari berbagai jenis konsep yang berbeda oleh tiga pendiri berlatar belakang tak sama. Mereka adalah Zev Siegl (guru sejarah), Jerry Baldwin (guru bahasa Inggris) dan Gordon Bowker (seorang penulis). Lengkap sudah, konsep itu sebagai perpaduan dari selera masa lalu yang kuat, taste bahasa yang lekat dan penulis kisah kopi yang dahsyat.
Dare to Change
Ada jenis perusahaan yang konservatif terhadap masa lalunya, namun ada pula perusahaan yang berani berubah demi perbaikan jualannya. Starbucks yang berdiri pada tanggal 30 Maret 1971 ini termasuk jenis perusahaan yang berani mengambil perubahan. Dalam menetapkan logo, Starbucks telah berganti gambar sebanyak tiga kali. Pertama dari awal berdirinya, logo yang mereka pilih adalah gambar ukiran kayu abad 15dan gambar dua Putri Duyung serta Sirene mitologi Yunani. Filosofinya adalah mengundang para pelaut untuk tergoda sang Putri Duyung dan lengkingan sirenenya.
Pada tahun 1987, logo disesuaikan dengan citra Starbucks yang baru. Skema warna dari cokelat berubah menjadi hijau tua dengan gambar close-up Putri Duyung. Kalau logo pertama dilingkari teks “Starbucks – Coffee – Tea – Spices,” yang kedua teksnya berubah menjadi “Starbucks Coffee.” Logo ketiga muncul pada tahun 1992, dengan berubahan teks bertuliskan “"Starbucks Fresh Roasted Coffee."
Sebuah perubahan yang menurut saya bukan tanpa sebab. Sebagaimana kisah di belakang keberhasilan para peracik kopi itu, mereka tak segan-segan melayani permintaan pembeli. Bahkan ketika keputusan pihak manajemen memasukkan Howard Schultz sebagai investor baru di tahun 1987, semata karena tuntutan pelanggan yang tidak bisa diabaikan. Schultz mennggelontorkan investasi sebesar USD 3,7 juta di Starbucks demi keberlangsungan konsep Surprise and Delight.
Kita mendapat pelajaran banyak mengenai cara menjual yang tidak meninggalkan customer. Keberhasilan sebuah produk di pasaran ditentukan oleh keberhasilan kita merangkul pelanggan. Jika sebuah perusahaan menjual produk yang menawan, maka ia akan menjadi perusahaan yang tidak kesepian.
Jadi, beranikan mulai sekaeang memasukkan jasa senyuman sebagai ongkos produksi ke tarif penjualan?
Penulis :
Editor :