DPR Belum Terima Draf RUU Omnibus Law


Wakil Ketua Baleg DPR Ahmad Baidowi bersama anggota Komite I DPD RI Filep Wamafma, pengamat hukum tata negara Margarito Kamis, dan Effendy Simbolon membicarakan soal Omnibus Law yang ramai dibicarakan di madyarakat, di Kompleks Parlemen, Senayan Jakarta, Selasa (11/2/

JAKARTA,WAWASANCO- Dewan Perwakilan Rakyat mengaku hingga kini belum menerima  draf RUU Omnibus Law dari pemerintah.  RUU ini sendiri masih pro-kontra di masyarakat.  Bahkan ada yang menuding DPR lambat dalam menyelesaikan RUU ini.

'Bagaimana mau dikatakan terlambat.  Wong kita sendiri belum menerima drafnya''kata Wakil Ketua Baleg DPR RI Achmad Baidowi (Awiek)dalam forum legislasi  “RUU Omnibus Law, Mana yang Prioritas, Mana yang dipending?' bersama anggota Komite I DPD RI Filep Wamafma,  pengamat hukum tata negara Margarito Kamis, dan Effendy Simbolon di Kompleks Parlemen, Senayan Jakarta, Selasa (11/2/2020).


Politisi Partai Persatuan Pembangunan ini sendiri mengaku tidak habis pikir karena lsmbaganya selalu mendapat tudingan negatif soal RUU ini.

“Selama ini yang tertuduh RUU Omnibus law itu selalu DPR. Padahal kami belum menerima draft-nya. Masyarakat pun merespon pro dan kontra. Itu draft yang mana?” tegas Wasekjen DPP PPP itu.  

Karena itu, Awiek desak pemeirntah untuk segera mengirimkan draft RUU tersebut agar segera bisa dibahas dan pasti melibatkan berbagai kelompok kepentingan masyarakat. “Jadi, draft yang diprotes masyarakat itu benar atau tidak, DPR tidak tahu,” jelas Awiek lagi.

 

Pada prinsipnya menurut anggota Komisi VI DPR itu, DPR pasti mendukung pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan rakyat. Namun, aspek kemanusiaan lainnya harus mendapat perhatian. Seperti perlindungan hukum, jaminan kerja, dan sebagainya.

“Jadi, karena draft belum ada, maka DPR tak akan membahas yang tak ada, nanti ikut ilegal,” pungkasnya.

Sementara itu Filep Wamafma hanya meminta kejelasan kewenangan antara pmerintah pusat, gubernur dan bupati. Khususnya di Papua terkait sumber daya alam (SDA), karena meski sudah ada otonomi khusus (Otsus), tapi semua perizinan masih ditangani oleh BKPM (Badan Koordinasi Penanaman Modal).


Selain itu, meski ada kewenangan di tingkat bupati (Otda), tapi pada pelaksanaannya masih harus dapat izin dari gubernur, dan seterusnya. “Saya kira itulah yang perlu disempurnakan, agar tidak ada tumpang tindih kewenangan di daerah dan pusat,” ungkapnya.

Hanya saja Margarito menyatakan mustahil sebuah UU yang mrupakan kumpulan dari berbagai aturan perundang-undangan dilakukan selama 100 hari. “Amerika saja membahas UU Kompetitif law itu selama 3 tahun dengan membentuk 9 Komite,” katanya

Penulis : ak
Editor   : jks