34 Tahun Adalah Sejarah

  • Oleh Aulia A Muhammad

HARI ini, Selasa (17/3) Wawasan berulang tahun ke-34 (1986-2020). Sebuah usia yang cukup panjang untuk sebuah media. Usia yang dewasa dan matang dalam kerja jurnalistik. 34 tahun juga sebuah tanda tentang kerja keras, daya tahan, dan idealisme untuk terus bisa hadir di tangan pembaca.

34 tahun juga sebuah sejarah.

Inilah era ketika media cetak terengah-engah dihajar perubahan zaman. Digitalisasi dan internet dalam segala hal, mengubah pola orang mengonsumsi media. Informasi tetap dibutuhkan, tapi dalam bentuk yang lebih baru (new), lebih cepat, interaktif, dan terkoneksi dengan banyak sumber (link). Di titik inilah, koran dianggap menjadi kehilangan makna sebagai berita (new(s).

Inilah juga era ketika informasi hadir bukan lagi sebagai kebutuhan melainkan hanya kebiasaan. Orang mengakses  berita hanya sebagai tanda bahwa mereka tidak ketinggalan informasi. Dan tidak hirau bagaimana informasi itu diproduksi. Yang terjadi kemudian adalah persilangan antarinformasi, perlombaan kecepatan mengakses dan mempercakapkan. Pengonsumsi media kehilangan ''daya kunyah'', dan membiarkan diri hanya sebagai lintasan-lintasan informasi. Informasi, berita, kini tak lagi menjadi bagian dari memori orang banyak.

Informasi dan berita kemudian hadir lebih sebagai pemenuhan naluri manusia yang paling dasar: kerinduan akan drama. Maka, berita pun berubah bentuk, hadir mirip sinetron, sepotong-sepotong, terfragmentasi, tanpa ending yang pasti. Pembaca dibawa dalam tualang rasa haus terus-menerus. Dan di ujung semua itu yang tersisa cuma pertanyaan, bukan kepastian.

Itulah sebabnya, kita terbaurkan mana yang benar, mana yang cuma mengejar viral. Kita terjerembab berulang-ulang dari satu kabar yang tak pasti, ke kabar lain yang lebih kabur. Kita dikurung dalam rimba informasi yang tak memberi jeda untuk sekadar mencerna apa yang sebenarnya terjadi. Berita yang seharusnya melahirkan daya kritis, kini menjadi cara baru untuk membentuk sikap fanatis. Dan sekaligus juga apatis.

Dan dalam dunia yang  telah berubah itulah, Wawasan berulang tahun ke-34.

Dunia yang, kata para ahli, tak lagi akomodatif pada media cetak. Masa yang, kata para ahli, membuat media cetak seharusnya melambaikan tangan. Dan  banyak yang memang kemudian menyerah, atau mengubah diri menjadi media online,  agar tetap bisa bertahan.

Inilah era yang membuat  media cetak berduka. Tapi, ini juga masa yang menantang bagi kerja jurnalisme. Sebabnya satu, sampai saat ini, standar kerja media cetak belum tergantikan oleh media online. Standar itu adalah ketaatan pada verifikasi.

Wawasan, mungkin, bertahan karena ''terlindungi'' oleh standar itu. Di era ketika kecepatan dan kebaruan menjadi nabi, maka ketaatan verifikasi harus menjadi tuhan. Di media cetaklah, cover both side itu benar-benar diwujudkan: mendengar dari berbagai sumber, dan tersaji dalam narasi yang sama, sekaligus terkonfirmasi. Di media cetak juga, kejernihan menjadi mungkin didapatkan, karena peristiwa ''ditunggu'' sebelum menjadi berita. Di media cetak juga ''keseluruhan'' hadir dalam satu waktu, sehingga pembaca mendapatkan gambaran yang utuh dan padu, bukan keterserakan.

Usia 34 ini adalah tanda bahwa kami, redaksi, masih meneladani standar jurnalistik itu. Masih mengimani bahwa pembaca harus mendapatkan informasi yang adil, imbang, dan meluaskan perspektif.  Masih meyakini bahwa memang itulah yang seharusnya ''dimamah'' pembaca.

Keyakinan itulah yang memberi kami energi, sehingga masih bertahan dan bergembira di usia ke-34 ini. Dan di usia-usia berikutnya. Usia 34 tahun adalah juga cara kami untuk berterimakasih kepada pembaca.

Penulis : Aulia A. Muhammad
Editor   : edt