Pasca banjir bandang yang menerjang Desa Sambungrejo, Kecamatan Grabag, Kabupaten Magelang, terdapat aliran sungai baru dilembah bukit Sukoniri diantara kaki Gunung Telomoyo dan Gunung Andong. Foto Ali Subchi
MAGELANG - Apa yang menjadi penyebab banjir bandang yang menerjang Desa Sambungrejo, Kecamatan Grabag, Kabupaten Magelang, masih terus diteliti. Selain Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), dan Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) Bandung, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (Kemen PUPR) juga melakukan kajian untuk normalisasi sungai.
''Semua potensi yang ada dikerahkan untuk melakukan penelitian, terkait bencana banjir bandang yang terjadi di bukit Sukorini di Kaki Gunung Telomoyo dan Gunung Andong, termasuk pemasangan pipa air bersih untuk kebutuhan air bersih warga,'' kata Bupati Magelang, Zaenal Arifin SIP, Kamis (4/5).
Menurut Bupati, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (Kemen PUPR) berencana menormalisasi sungai di lereng bukit Sukorini di lereng Gunung Andong dan Telomoyo, Kabupaten Magelang. Normalisasi sungai dinilai perlu dilakukan, supaya bencana serupa tidak terjadi lagi di kemudian hari.
Staf Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (Kemen PUPR), Khalawi Abdul Hamid saat melakukan peninjauan di lokasi bencana menyatakan, pihaknya mengirimkan tim teknis untuk memantau langsung kondisi sungai dari hulu hingga hilir. Hasilnya, akan menjadi rujukan awal proses normalisasi. ''Hasil pantau langsung pakai drone, aliran sungai kemana saja. Dari situ bisa dilihat apa yang akan kami lakukan untuk normalisasi ke depan,'' katanya.
Dikatakan Khalawi, pemantauan itu juga sebagai upaya untuk mencari penyebab pasti terjadinya bencana yang menewaskan 13 orang itu. Identifikasi awal, dia menduga ada palung atau bendungan alam yang tidak kuat lagi menahan ribuan kubik meterial di atas bukit saat hujan. ''Hasil pengamatan kami sementara, ada palung di atas bukit (hulu sungai) yang tidak mampu lagi menahan material seperti tanah, ranting, batang pohon,'' katanya.
Untuk mencegah terjadinya bencana yang lebih parah, lanjutnya, aktivitas seperti alih fungsi lahan dan penebangan liar di wilayah tersebut juga harus dihentikan. Saat hujan deras bendungan itu akhirnya jebol. Mungkin juga genangan itu sudah lama, sehingga saat hujan deras bendungan itu akhirnya jebol," jelasnya.
Kepala Balai Besar Wilayah Sungai Serayu-Opak (BBWSSO) Yogyakarta, Tri Bayu Adji, menjelaskan banjir bandang di Desa Sambungrejo dan Citrosono bermula bukan dari sungai besar namun selokan atau parit yang lebarnya tak lebih dari 60 sentimeter. Namun akibat bencana ini, selokan berubah menjadi sungai yang lebarnya lebih dari 100 meter.
Material banjir berupa batu, lumpur, kayu hingga reruntuhan beton melaju dengan cepat menerjang sejauh hingga ratusan meter membentuk sungai. ''Kalau dilihat akibat banjir ini "cucu" sungai sekarang menjadi sangat lebar sekitar 100 meter. Padahal sebelumnya, di Dusun Nipis, Desa Sambungrejo, lebarnya hanya sekitar 60 sentimeter saja,'' cetusnya.
Langkah normalisasi ini, bertujuan untuk meluruskan atau mengarahkan aliran sungai yakni dari sungai Daru lalu bermuara ke sungai Elo dan berakhir ke sungai Progo di pesisir Selatan, Daerah Istimewa Yogyakarta. ''Nantinya akan diarahkan alirannya. Sisi-sisi kritisnya akan kami perbaiki,'' tambahnya.
Sedangkan sisi kritis yang dimaksud, misalnya titik sungai yang dekat dengan perumahan. Dia melihat, masih banyak rumah-rumah yang berdiri terlalu dekat dengan pinggir sungai terutama di Dusun Nipis, Desa Sambungrejo dan Dusun Deles, Desa Citrosono. ''Secara aturan sebetulnya tidak boleh, tapi biasanya mereka sudah menganggap tanah tersebut milik sendiri jadi hak mereka untuk mendirikan bangunan,'' ujarnya.
Penulis : as
Editor : awl