SEMARANG, WAWASANCO - Panja GTKH ASN Komisi X DPR RI mendesak Kemendikbud, Kemendagri dan Kemenkeu, agar menerbitkan peraturan mengenai kepastian pembayaran gaji dan tunjangan guru dengan skema Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK), yang anggarannya bersumber dari APBN diperhitungkan melalui DAU dan ditransfer kepada pemerintah daerah.
Hal tersebut diperlukan, karena masih ada kepala daerah yang belum paham, jika gaji dan tunjangan guru PPPK bersumber dari APBN
Hal tersebut disampaikan Wakil Ketua Komisi X DPR RI, Abdul Fikri Faqih, dalam Webinar Refleksi Pendidikan 2021 untuk Pendidikan Unggul 2022, yang digelar PGRI Jateng, pada Kamis (30/12/2021).
“Kita dorong dan memberi kesempatan kepada pemerintah daerah, yang belum mengusulkan atau pemerintah daerah yang usulannya belum memenuhi kuota formasi seleksi guru PPPK tahun 2021,” terangnya.
Tidak hanya itu, pihaknya juga mendorong Pemerintah untuk menerbitkan regulasi baik berupa Peraturan Pemerintah, Peraturan Presiden atau peraturan perundang-undangan lainnya, terkait dengan skema penganggaran untuk guru PPPK serta proses seleksinya secara jelas dan tegas.
“Meski aturannya sudah jelas bahwa pembayaran gaji dan tunjangan guru PPPK bersumber dari APBN, namun masih ada teman-teman kepala daerah, baik gubernur, bupati wali kota, yaang mempertanyakan,” terangnya.
Hal tersebut berkaitan dengan Analisa Keuangan Daerah, ketika akan mengajukan formasi PPPK.
Akibatya, ada di beberapa derah, yang mengajukan formasi guru PPPK, kurang dari kebutuhan bahkan tidak ada.
Misalnya ada 5000 guru honorer, yang diajukan hanya 500 formasi, akibatnya banyak yang guru honorer yang sudah dinyatakan lolos seleksi PPPK, namun formasinya tidak ada.
“Semula mengajukan semua, 5000 formasi guru PPPK, namun setelah ada Analisa Keuangan Daerah, daerah (kabupaten/kota) tersebut ternyata tidak mampu, sehingga hanya mengajukan 500 formasi. Padahal gaji dan tunjangan guru PPPK ini ditanggung APBN, ini yang belum dipahami daerah secara optimal,” lanjutnya.
Panja PGTKH-ASN Komisi X DPR RI mendesak Pemerintah untuk membuka formasi PPPK bagi guru olahraga, guru kesenian, guru bohasa daerah, guru PAUD dan guru sekolah inklusi.
“Ada beberapa formasi yang tidak ada dalam rekrutmen PPPK lalu. Sedikit demi sedikit sudah diakomodasi, namun belum semua,” terangnya.
Tidak hanya itu, pihaknya juga mendesak Pemerintah membuka formasi PPPK untuk tenaga kependidikan, serta membuat jabatan fungsional baru bagi tenaga kependidikan.
“Dalam sekolah itu pasti ada GTK, yakni guru dan tenaga kependidikan. Guru honorer sudah mendapat formasi dalam PPPK 2021, namun tenaga kependidikan ini sama sekali belum ada formasi, sehingga kita desak pada PPPK 2022, tenaga pendidikan ini ada formasinya,” tegas Abdul Fikri.
Dalam kesempatan tersebut, pihaknya juga mendesak pemerintah memberikan afirmasi nilai kompetensi tambahan yang lebih proporsional kepada guru honorer yang telah berusia diatas 35 tahun.
Afirmasi nilai kompetensi tambahan tersebut, juga untuk guru honorer dengan perhitungan beban kerja diatas 5 tahun, guru honorer yang mengabdi di daerah terdepan, terluar, dan tertinggal (3T), guru sekolah inklusi dan SLB serta guru penyandang disabilitas.
Sementara, Ketua PGRI Jateng Dr Muhdi SH MHum memaparkan, peningkatan mutu pendidikan harus diimbangi dengan kualitas seorang guru. Namun disatu sisi, bagaimana seorang guru bisa berkualitas jika kesejahteraannya saja belum terjamin.
Untuk itu, guru perlu memiliki kejelasan status dan kesejahteraan yang dijamin.
"Pemerintah tidak mampu merekrut para guru honorer menjadi aparatur sipil negara pegawai negeri sipil (ASN-PNS). Akhirnya ada jalan keluar untuk status mereka diakui negara, yakni melalui skema aparatur sipil negara pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja (ASN-PPPK). Para guru honorer pun lapang dada menerimanya," terangnya.
Namun ternyata dalam pelaksanaan rekrutmen PPPK tahap 1, masih ada sejumlah permasalahan masih terjadi.
"Dari 1 juta formasi yang disediakan pemerintah, ternyata hanya 500an ribu yang diajukan oleh pemerintah daerah. Kemudian tidak ada formasi bidang studi tertentu, misalnya guru bahasa daerah, agama, PAUD, dan sebagainya," terang Muhdi.
Dirinya mencontohkan, di Jateng, ada kepala daerah yang mengusulkan formasi 4.000 lebih. Namun ada juga yang hanya mengusulkan 300, padahal kebutuhan gurunya lebih dari angka itu.
Menurutnya, masih banyak problem yang dihadapi para guru honorer.
"Belum lagi pada rekrutmen PPPK tahap 2 ini, guru swasta dan umum diperbolehkan mengikuti pross rekrutmen. Artinya, guru honorer sekolah negeri akan bersaing dengan guru swasta. Persaingan di tahap kedua untuk guru honorer sangat berat. Mereka bakal bersaing dengan guru sekolah swasta dan yang belum jadi guru," jelasnya.
Guru sekolah swasta rata-rata sudah bersertifikat pendidikan (beserdik).
Guru yang memiliki serdik mendapat pengakuan atau afirmasi 100 persen pada proses rekrutmen PPPK.
"Problem untuk guru honorer masih sangat pelik. Mereka memiliki banyak saingan pada tahap 2 ini. Dan sayangnya, masa pengabdian tidak dihitung (mendapatkan afirmasi). Itu sebabnya kita mendorong pemerintah, agar persoalan ini bisa terselesaikan. Termasuk juga nasib tenaga kependidikan honorer, yang tidak jauh berbeda dengan guru honorer, kesejahteraan mereka masih dibawah standar," tegasnya.
Penulis : arr
Editor : edt