Pileg Proposional Tertutup Lemahkan Hak Rakyat 


SEMARANG, WAWASANCO- PEMILU legislatif (pileg) dengan sistem proposional tertutup melemahkan hak rakyat dalam partisipasi dan aspirasi politik karena menghilangkan hubungan rakyat dengan wakil yang menjadi kelaziman dalam negara demokrasi. Bahkan sistem itu langkah mundur dari cita-cita kebangsaan yang meletakkan rakyat sebagai pemegang kedaukatan seutuhnya.

 

Hal itu disampaikan Ketua Dewan Pimpinan Wilayah (DPW) Partai NasDem Jawa Tengah Lestari Moerdijat terkait dengan sidang uji materi Undang Undang (UU) No 7 Tahun 2017 tentang Pemilu yang saat ini sedang bergulir di Mahkamah Konstitusi (MK).

Sejumlah warga dan kader parpol mengajukan gugatan Pasal 168 Ayat (2) UU Pemilu yang mengatur sistem proporsional terbuka atau pemungutan suara dengan memilih calon anggota legislatif.

 

Menurut Lestari, dalam sistem proporsional tertutup pilihan rakyat hanya dijadikan legitimasi parpol untuk menentukan siapa yang menjadi wakilnya. 

“Bagi rakyat, sistem itu ibarat memilih kucing dalam karung karena yang menjadi wakilnya di legislatif tergantung otoritas parpol,” ujar Rerie, panggilan akrabnya, Sabtu (31/12).

 

Dalam pileg yang menggunakan sisitem proposional tertutup pemilih hanya bisa memilih parpol yang menjadi peserta pemilu. Sedangkan dalam sistem proposional terbuka, rakyat bisa memilih partai dan calon wakil yang dikehendaki.

Lebih lanjut Rerie, yang juga menjabat sebagai wakil ketua MPR RI mangatakan bahwa proporsional tertutup akan melahirkan sistem demokrasi elitis karena hanya elite partai yang menentukan siapa yang menjadi wakil di legislatif.

 

“Ini juga resisten terjadi praktik money politic (politik uang) di tubuh partai pada saat menentukan nomer urut para calon wakil rakyat,” tukas anggota Majelis Tinggi DPP Partai NasDem ini.

 

Bila menilik sejarah pemilu legislatif di negeri ini, sistem proporsional tertutup telah menciptakan apatisme dan apolitis, bahkan skeptis rakyat. Ini karena rakyat kehilangan hak menyalurkan aspirasi dan partisipasinya kepada wakilnya akibat wakil tersebut lebih terikat dengan partainya.

 

Berbeda dengan sisitem proporsional terbuka dimana rakyat dapat langsung menyalurkan aspirasi serta mengontrol wakilnya yang duduk di parlemen. “Dalam negara demokrasi, partisipasi politik rakyat dalam menentukan wakilnya harus dijunjung tinggi,” pungkasnya.

 

Yuwono bukan anggota NasDem

Terkait dengan Yuwono Pintadi, satu dari enam orang penggugat UU Pemilu ke MK yang disebut sebagai anggota partai NasDem, Wakil Ketua DPP Partai NasDem Willy Aditya manyatakan status yang bersangkutan telah gugur.

 

Menurut Willy, Yuwono sudah tidak lagi menjadi anggota NasDem sejak 2019 karena yang bersangkutan dinyatakan telah mengundurkan diri. Dengan demikian, gugatannya ke MK itu bersifat pribadi, bukan mengatasnamakan NasDem.

"Garis partai sudah jelas, kami menolak sistem pemilu proporsional tertutup. Oleh karenanya, jika ada orang yang mencatut Partai NasDem atas kepentingan individu jelas ini melanggar kebijakan partai," tegas Willy.

 

Lebih rinci Willy menjelaskan, pasca-Kongres II Partai NasDem pada 2019, kebijakan DPP terkait keanggotaan partai sudah terdigitalisasi. Hal ini tertuang dalam surat edaran DPP terkait migrasi keanggotaan Partai NasDem ke E-KTA.

 

Dalam surat edaran tersebut semua kader diperintahkan melakukan registrasi ulang pada sistem digital keanggotaan Partai NasDem atau E-KTA. Bagi kader tidak melakukan registrasi ulang dianggap mengundurkan diri dan tidak tercatat dalam sistem keanggotaan Partai.

 

“Artinya Yuwono Pintadi bukan lagi kader NasDem karena tidak patuh terhadap surat edaran tersebut. Oleh karena itu Yuwono tidak punya hak mengklaim Partai NasDem dalam gugatan uji materi ke MK terkait sistem pemilu proporsional terbuka menjadi tertutup," tutur legislator Dapil Madura Raya tersebut. ***

 

 

Penulis : ak
Editor   : jks