Stunting adalah masalah kurang gizi kronis yang berimplikasi pada pertumbuhan bayi yang lebih pendek dibandingkan standar tinggi balita seumurnya. Stunting disebabkan oleh faktor multidimensional. Faktor-faktor tersebut meliputi praktik pengasuhan anak yang kurang baik, terbatasnya layanan kesehatan khususnya layanan Ante Natal Care (ANC), kurangnya konsumsi makanan bergizi, dan kurangnya akses air bersih. Stunting bukan hanya dapat berdampak pada kegagalan pertumbuhan saja, lebih jauh lagi stunting dapat menyebabkan penurunan kualitas hidup yang dapat berakibat pada penurunan daya saing bangsa. Masalah stunting penting untuk diselesaikan, karena berpotensi mengganggu sumber daya manusia dan berhubungan dengan tingkat kesehatan, bahkan kematian anak.
World Bank menyatakan angkatan kerja yang pada masa bayinya mengalami stunting mencapai 54%. Artinya, sebanyak 54% angkatan kerja saat ini adalah penyintas stunting (UNICEF, 2020). Hasil dari Survei Status Gizi Balita Indonesia (SSGBI) menunjukkan bahwa angka stunting tahun 2019 sebesar 27,67 persen. Prevalensi tersebut menurun jika dibandingkan tahun-tahun sebelumnya, meskipun demikian angka tersebut masih dinilai tinggi, mengingat WHO menargetkan angka stunting tidak boleh lebih dari 20 persen dalam suatu negara. Angka stunting di Indonesia tinggi dikarenakan sebagian kelahiran bayi di Indonesia sudah dalam kondisi kekurangan nutrisi, lalu dibesarkan juga dengan kekurangan zat gizi. Hal inilah yang membuat stunting menjadi perhatian serius pemerintah. Pada awal tahun 2021, pemerintah Indonesia menargetkan angka Stunting turun menjadi 14 persen di tahun 2024.
Prevalensi stunting dari tahun ke tahun mengalami penurunan, namun melihat kondisi sosial ekonomi, kurangnya pendidikan, masih banyaknya wanita usia subur malnutrisi, dan praktik pemberian nutrisi balita yang belum diterapkan sepenuhnya membuat risiko peningkatan kasus dapat berkembang kembali. Oleh karenanya, diperlukan suatu program integratif untuk pencegahan dan penatalaksanaan stunting, yang berfokus pada upaya peningkatan pengetahuan melalui pelatihan untuk masyarakat, pemberdayaan masyarakat dari remaja hingga usia produktif dan penggalangan komunitas teredukasi cegah stunting.
Partisipasi masyarakat dalam upaya penyelesaian masalah kesehatan sangat dibutuhkan sehingga perlu dibimbing dan didukung bersama untuk mewujudkan tatanan hidup masyarakat yang diharapkan dapat berimplikasi langsung bagi peningkatan status kesehatan dan kesejahteraan masyarakat desa. Paradigma ini menuntut dimilikinya pengetahuan tentang kesehatan dan kemampuan penerapan program kesehatan oleh masyarakat desa. Sumber daya dan potensi desa diperlukan untuk menumbuhkan kemandirian desa. Mengingat banyaknya permasalahan kesehatan dan terbatasnya sumber daya desa, dibutuhkan intervensi pihak luar terutama dari perguruan tinggi kesehatan. Dengan memanfaatkan inovasi program, kegiatan, dan pendampingan yang sesuai dengan esensi masalah dan prioritas kebutuhan masyarakat desa, perguruan tinggi kesehatan berperan penting dalam mensinergiskan seluruh komponen masyarakat desa sesuai perannya masing-masing untuk berkomitmen menerapkan prinsip-prinsip kesehatan dalam segala aspek kehidupan.
Upaya peningkatan pengetahuan dan keterampilan melalui kegiatan pelatihan, pemberdayaan masyarakat, penggalangan komunitas teredukasi di desa mitra dibutuhkan untuk menunjang derajat kesehatan ibu dan anak. Oleh karena itu, dilaksanakan Program Pencegahan Stunting Komprehensif yang menggabungkan upaya preventif sejak hulu sampai hilir dengan integrasi dari berbagai pihak sebagai dukungan terhadap pemerintah dalam penurunan dan pencegahan stunting.
Kegiatan Pengabdian Masyarakat (pengabmas) oleh Tim Dosen Jurusan Kebidanan Poltekkes Kemenkes Semarang dilaksanakan di Desa Purworejo, Kabupaten Blora, Jawa Tengah. Sasaran program ini adalah anggota dasawisma, remaja, calon pengantin, ibu hamil, ibu nifas dan menyusui, serta ibu bayi dan balita. Metode pelaksanaan program ini diselenggarakan dengan cara pelatihan terstruktur, pembentukan komunitas teredukasi, dan pendampingan terpadu menggunakan potensi daerah dan kearifan lokal sehingga dapat diterima oleh masyarakat desa.
Anggota dasawisma digerakkan dan dilatih untuk menjadi volunteer peduli stunting. Intervensi dilakukan dengan sosialisasi, edukasi dan pelatihan volunteer peduli stunting dan pendamping menyusui kepada kelompok sasaran melalui pemberian materi menggunakan ceramah, tanya jawab, dan demonstrasi menggunakan alat peraga dan praktika. Volunteer dibekali dengan pelatihan pendampingan menyusui sehingga dapat membimbing dan mendampingi ibu sejak kehamilan hingga periode menyusui untuk menjamin terpenuhinya ASI yang ideal bagi bayi. Edukasi tentang nutrisi dan perbaikan praktik pemberian makanan untuk bayi dan balita diberikan pada kelompok ibu balita agar dapat meningkatkan status gizi anak. Volunteer tersebut selanjutnya menjadi kepanjangan tangan dari Puskesmas dan Bidan Desa dalam upaya edukasi masyarakat dan pembinaan serta pendampingan keluarga dengan ibu dan atau anak yang mengalami malnutrisi.
Skrining kasus malnutrisi dilakukan pada ibu hamil agar dapat dilakukan tindak lanjut yang sesuai dan pendampingan intensif. Edukasi pada remaja dilakukan untuk mengantisipasi terjadinya malnutrisi pada wanita sejak dini dan agar dapat menerapkan prinsip reproduksi yang sehat. Remaja peduli stunting juga dibentuk untuk mengembangkan jejaring di kalangan usia sebayanya melalui media sosial sehingga memperoleh sebaran yang lebih luas. Calon pengantin juga diberikan edukasi tentang pencegahan stunting agar dapat mempersiapkan kehamilan yang sehat.
Tim Penulis: Dr. Krisdiana Wijayanti, Bdn., M.Mid, Murti Ani, SST., Bdn M.Kes, Novita Ika Wardani, S.ST, M.Kes (Dosen-dosen Jurusan Kebidanan Poltekkes Kemenkes Semarang)
Penulis : -
Editor : edt