Gerebeg Gethuk, 2 Gunungan Seberat 3 Kuintal Ludes Dalam Hitungan Menit


Dua Gunungan Gethuk yang disiapkan Pemkot Magelang langsung diserbu dan diperebutkan masyarakat, setelah Walikota Magelang Sigit Widyonindito memberikan aba-aba untuk digerebeg. Foto: Widiyas Cahyono

MAGELANG- Dua gunungan gethuk yang berisi tiga kuintal gethuk dan  disiapkan Pemerintah Kota Magelang dalam prosesi “Gerebeg Gethuk”  para rangkaian peringatan Hari Jadi ke -1.112 Magelang, ludes dalam hitungan waktu kurang dari lima menit.

Selain itu, 17 gunungan palawija yang disiapkan  17 kelurahan yang ada di Kota Magelang, juga sama  langsung habis diperebutkan masyarakat yang menyaksikan prosesi tersebut di Alun-alun Kota Magelang, Minggu (15/4).

Gethuk  seberat tiga kuintal tersebut akan dibentuk menjadi duagunungan gethuk tersebut yakni gunungan gethuk lanang ( laki-laki)dengan ketinggian 4,3 meter dan gunungan gethuk wadon ( perempuan)setinggi 2.30 meter , dan 17 gunungan palawija tersebut diserbu oleh masyarakat, setelah Walikota Magelang Sigit Widyonindito memberikan aba-aba  agar gunungan tersebut untuk digerebeg.

Masyarakat yang sudah tidak sabar, langsung memanjat gunungan gethuk dan gunungan palawija untuk mengambilnya. Namun, aksi, saling lempar gethuk dan aneka sayuran dari gunungan yangdiperebutkan tersebut juga mewarnai prosesi tersebut.

Aksi saling lempar tersebut membuat tidak sedikit  gethtuk yang dijadikan dua gunungan dan sayur-mayur yang dijadikan sebagai gunungan palawija,terbuang  sia- sia dan terinjak-injak di rerumputan alun-alun.
Namun, masyarakat tidak mempedulikan hal itu dan tetap melakukan Prosesi  Gerebeg Gethuk ini diawali dengan penampilan sendratari yang menggambarkan tentang  saat berkuasanya Ratu Dyah Balitung  sebagai pewarisdari Kerajaan Mataram Kuna dan berkuasa di tanah perdikan Mantiasih (yang disebut sebagai cikal bakal Magelang, red).

Sendratari  tersebut dilakukan di  Kampung Meteseh, KelurahanMagelang, Kecamatan Magelang Tengah. Di kampung tersebut, juga terdapat peninggalan kuna berupa petilasan  prasasti Mantiasih  dan berakhir di depan gedung PDAM Kota Magelang yang juga bekas kantor Wali Kota Magelang zaman dulu.

Sesampainya di Kantor PDAM Kota Magelang yang berlokasi di Jalan Veteran atau sekitar 1 kilometer dari Petilasan Mantiasih, Wali Kota Magelang, Sigit Widyinindito dan Wakil Wali Kota Windarti Agustina beserta Forum Pimpinan Daerah setempat secara beriringan menaiki salah satu kereta kencana milik Kraton Ngayogyakarta Hadiningrat menuju  Alun-alun Kota Magelang.

Rombongan Wali Kota dikawal oleh puluhan bergada (pasukan) yang berasal dari para siswa SMA/SMK yang ada di Kota Magelang. Prosesi dilanjutkan dengan upacara yang diakukan dengan Bahasa Jawa,  dan seluruh peserta upacara mengenakan pakaian adat Jawa. Merka adalah 17 pasukan  yangberasal dari 17 kelurahan yang  ada  di Kota Magelang .

Tidak hanya pakaian, aba-aba dan sambutan inspektur upacara punmenggunakan Bahasa Jawa. Seperti saat  Manggalayudha  (KomandanUpacara -red) yang diperankan  oleh Andri Rudianto Camat Magelang Selatan)  yang memerintahkan pasukan  upacara untuk istirahatdi tempat menggunakan Bahasa Jawa . Seperti  “asungpapan” (istirahatdi tempat-red), sendika  (siap), dan lainnya.

Sementara itu, Wali Kota Magelang Sigit Widyonindito mengatakan, gerebeg getuk yang dilangsungkan ini merupakan wujud gelar seni KotaMagelang. Selain itu, makanan gethuk yang terbuat dari ketela tersebutmelambangkan makanan rakyat. “Seni budaya kita lestarikan. Ini upaya untuk mengenalkan KotaMagelang di tingkat regional, nasional dan internasional,” katanya

 Sigit menambahkan, antusias masyarakat yang menyaksikan prosesi tersebut memberikan warna tersendiri atas berlangsungnya prosesibudaya tersebut dan Pemkot Magelang sendiri akan terus melakukan inovasi agar pergelaran tersebut semakin variatif.

 “Saya lihat antusiasmenya masih bagus. Termasuk partisipasimasyarakat yang luar biasa. Acara ini didukung banyak pihak, sepertiseniman, sekolah, instansi swasta, dan masih banyak pihak lagi. Iniyang saya rasa selalu berbeda tiap tahun,” ujarnya .

 

Penulis :
Editor   :