Kritik Sosial Renyah dari “ Keluarga Pak Carik”


Adegan dalam “Keluarga Pak Carik” karya sutradara Nur Muhammad Iskandar. Drama seri yang diproduksi Cinem Lovers Community (CLC) Purbalingga ini mengangkat tema keseharian yang renyah. (Foto :Joko Santoso)

Sineas Purbalingga yang tergabung dalam Cinema Lovers Community (CLC) kembali berkreasi. Mereka memproduksi drama seri berjudul “Pak Carik”. Pemutaran perdana drama tersebut telah dilaksanakan di pelataran SMA Santo Agustinus Purbalingga, Sabtu (16/2) malam lalu.Sutradara “Keluarga Pak Carik” yang diproduksi akhir tahun 2017 lalu Nur Muhammad Iskandar mengatakan, produksi drama seri itu menghasilkan dua episode untuk durasi tayang masing-masing 24 menit. “Episode 1 berjudul “Kandang Sapi” dan episode 2 berjudul “Penganten Cilik”,” jelasnya.

Drama seri yang pengambilan gambarnya di Desa Wanogara Kulon, Kecamatan Rembang, Purbalingga ini mengisahkan keluarga Tukiran, yang bekerja sebagai sekretaris desa (carik) dengan istri bernama Sutimah dan kedua anak lelaki dan perempuannya, Wanto dan Ndari. Setiap episode mengangkat tema tertentu dengan persoalan yang selalu muncul dari ibu-ibu penggosip di warung Bu Carik. Selain persoalan khas keluarga Pak Carik. “Kami menampilkan kritik sosial yang dikemas sangat renyah dalam drama ini,” ujarnya.

Pada episode 1 “Kandang Sapi”, mengangkat  kisruh bantuan sapi bernilai ratusan juta dari pemerintah pusat bagi para kelompok peternak sapi. Kades Pranowo yang berwatak korup, dibawah pengaruh istri, berusaha dengan berbagai cara mendapatkan sebanyak-banyaknya bantuan sapi tersebut. Sementara episode 2 “Penganten Cilik” tentang geger perawan desa yang hamil diluar nikah. Mereka gadis yang masih duduk di bangku sekolah. Ibu-ibu penggosip di warung Bu Carik terdepan mengabarkan. Masalah berhilir pada Tukiran yang menghadapi perempuan desa yang meminta surat nikah.

Seperti halnya film-film pendek Purbalingga lainnya, “Keluarga Pak Carik” juga memakai dialog bahasa Banyumasan dengan mengangkat persoalan-persoalan yang dekat dengan masyarakat Banyumas Raya pada umumnya. Menurut Direktur CLC Purbalingga yang juga menulis skenario Bowo Leksono, drama seri yang diproduksi CLC Purbalingga didukung Institut Seni Indonesia (ISI) Surakarta dan Pemerintah Kabupaten Purbalingga ini baru dibuat dua episode. “Harapannya ada pihak-pihak yang terus mendukung agar tema-tema lain dapat diproduksi,” harapnya.

 

Penulis : Joko Santoso
Editor   : edt