AYAM Goreng D'Joyo hanyalah sebuah warung biasa di pengkolan jalan Grafika, Banyumanik, Semarang. Namun, warung milik Riska Vanessa itu acap memancing kepenasaran para pemburu kuliner. Sebabnya sederhana, nama warung ini terpampang di layanan Go-food. ''Awalnya sih coba aja, penasaran. Apa sih bedanya dengan ayam goreng yang lain. Pas hujan, pas lapar, eh pas juga rasanya. Lanjut deh,'' aku Tika, karyawati yang ngekos di kawasan Sampangan.
Tika tentu tidak sendirian. Di era ketika ponsel pintar tak berpisah dari tangan, kita memang makin malas untuk bergerak. Apalagi kondisi cuaca Semarang yang sampai April ini tak menentu, memesan makanan lewat aplikasi Go-jek pun jadi pilihan. Riska mengakui betul hal itu. Warungnya acap mendapat limpahan pesanan justru di saat hujan, terutama selepas senja. ''Sehari bisa 10-15 pesanan via Go-food. Jika hujan, tambah ramai deh,'' terangnya.
Tapi tentu, pemesan terbesar warung ini tetap saja pembeli langsung. Itu sebabnya, meski D'joyo mulai buka pukul 12.00 tapi acap tutup sebelum pukul 9.30 malam. ''Lha, gimana lagi, stok ayam atau bebek sudah kadung habis,'' jelas Riska, sumringah.
Ayam atau bebek goreng adalah menu andalan di warung ini. Sehari, Riska menghabiskan 20-25 ekor ayam dan bebek untuk memenuhi kepenasaran para pemburu kuliner. Selain itu, D'Joyo juga menyediakan lele bakar dan juga rica-rica ayam atau bebek. Istimewanya, pelanggan dapat memesan level kepedasan untuk rica-rica ayam atau bebek.
''Asal pesan sebelumnya, tingkat kepedasan akan kami sesuaikan. Yang penting pelanggan puas.''
Resep Mertua
Kepuasan pelanggan memang jadi urutan pertama Riska ketika mulai membuka bisnis kuliner. Itu sebabnya, meski masakannya acap mendapat pujian dari teman-temannya, dia tak langsung merasa pede untuk berjualan. Namun, setelah pujian semakin banyak, keberanian untuk berbisnis kuliner pun makin menguat. Terutama setelah ibu mertuanya juga menilai bahwa Riska punya bakat untuk mengolah bumbu dapur.
''Ibu mertua kemudian menambahkan beberapa cara dan resep keluarga. Semacam modifikasilah dari masakan yang selama ini saya buat. Lha, kok kata teman-teman rasanya makin pas. Ya sudah, saya beranikan diri buka warung ini,'' ungkapnya, sembari membalas sapaan seorang pembeli.
Berjualan sejak Januari 2015, yang pertama Riska lakukan adalah mendengarkan terus apa ungkapan pelanggan. Dia rajin bertanya apa yang dirasakan pelanggan ketika mencoba masakannya. Dari situ, dia coba ''memetakan'' secara umum selera pelanggannya, dan memodifikasi lagi rasa masakannya, sampai akhirnya mencapai titik yang paling pas. Riska, misalnya, tidak menggunakan presto untuk melembutkan daging ayam atau bebek. ''Saya memakai metode ungkep yang berbeda. Jika dipresto, daging lebih terasa rapuh daripada renyah, teksturnya beda.''
Meski tidak menyebutkan secara lengkap bumbu yang dia gunakan, Riska percaya, ayam atau bebek olahannya pasti memiliki rasa yang berbeda dibandingkan dengan olahan warung atau resto lainnya. ''Coba saja,'' tantangnya, sembari menahan senyum.
Memang, Riska tak bercanda. Ayamnya juicy, renyah, dengan gurih yang merasuk sampai ke tulang. Bebeknya pun sama. Tak ada bau amis atau anyir. Apalagi disantap dengan nasi uduk panas plus sambal korek, gurihnya menampar-nampar lidah. ''Untuk bebeknya, aku acungi jempol,'' kata Ardi, yang ikut menemani wawasan.co menguji rasa, sembari menunjukkan piringnya yang ''bersih''.
Ardi tak sendiri. Handoyo pun mengakui kekayaan rempah dalam rasa ayam olahan D'Joyo. Mengaku rutin makan siang di situ, Handoyo memilih ayam dan lele sebagai makanan favoritnya. ''Saya makan di sini untuk mendapatkan rasa yang jelas saja. Di warung lain juga banyak dengan harga seperti di sini, tapi bedalah kalau soal rasa,'' katanya, sembari menyenyumi Riska.
Handoyo termasuk pelanggan yang ''cerewet''. Dia tak segan memberi tahu jika merasa ada yang kurang pas dari makanan yang tengah dia santap. Misalnya nasi yang terlalu pera, atau lainnya. ''Nah, di sini suara pelanggan didengar,'' pujinya.
Harga yang ''pas dengan rasa'', juga jadi pilihan Handoyo. Menyantap seporsi ayam dengan dua jenis sambal, dia tak perlu merogoh kocek dalam-dalam, apalagi jika menunya berubah ke lele bakar, makin ringan di dompet. Riska memang memberi harga yang terhitung wajar. Bahkan untuk seporsi rica-rica bebek yang bisa disantap berdua, dia mematok harga Rp 25.000. Untuk ayam atau bebek goreng, harganya tentu lebih murah. ''Jadi kita nggak perlu mikir kalau makan,'' tambah Handoyo, yang sehari-hari berkantor di Meranti itu.
Dibantu 3 pekerja, Riska mengaku perhari mampu meraih pemasukan dua juta rupiah. Itu belum termasuk pesanan nasi dus yang kadang harus dia layani dalam jumlah besar. ''Ketika pesanan banyak, saya tahu makin banyak pelanggan yang puas dengan D'Joyo. Itu yang utama,'' katanya.
Penulis :
Editor : awl