KAJEN - Masyarakat Gang 9, Desa Ambokembang, Kecamatan Kedungwuni, Kabupaten Pekalongan, membuat gethuk lindri sepanjang 330 meter untuk menyemarakan tradisi syawalan di desa itu, Sabtu (23/6).
Butuh waktu sekitar tujuh jam untuk membuat gethuk lindri sepanjang ratusan meter ini. Gethuk lindri tersebut menghabiskan bahan baku 1,5 ton ketela pohon, 200 butir kelapa, 80 kg gula jawa, dan 10 kg gula pasir.
Tradisi syawalan gethuk lindri terpanjang ini pun selalu menarik perhatian warga Pekalongan dan sekitarnya. Sekitar pukul 07.00 WIB, ribuan warga sudah memadati Gang 9 Desa Ambokembang untuk bisa menikmati makanan tradisional tersebut. Tradisi syawalan di desa ini dibuka oleh Bupati Pekalongan Asip Kholbihi, ditandai dengan pemotongan gethuk lindri dan diserahkan kepada tokoh masyarakat desa setempat. Setelah itu, gethuk lindri dipotong-potong untuk dibagikan kepada para pengunjung.
Wakil ketua panitia kegiatan Zaenal Mustakim menyatakan, ide awal tradisi syawalan dengan membuat gethuk lindri terpanjang itu dirintis oleh para pemuda di desa itu pada tahun 2012. Niat awalnya diharapkan desa ini bisa menjadi home industri gethuk lindri, namun niatan ini hingga saat ini belum terwujud. Meski demikian, tradisi syawalan gethuk lindri terpanjang tersebut telah menjadi tradisi yang digelar setiap Lebaran, tepatnya untuk merayakan tradisi syawalan.
Diterangkan, untuk membuat gethuk lindri sepanjang 330 meter tersebut menghabiskan bahan baku 1,5 ton ketela pohon, 200 butir kelapa, 80 kg gula jawa, dan 10 kg gula pasir. Proses pembuatannya sendiri membutuhkan waktu sekitar tujuh jam, dimulai sejak pukul 00.00 WIB hingga 07.00 WIB. Untuk proses persiapannya sendiri sudah dimulai sejak Jumat (22/6) pagi, di antaranya mengupas kulit ketela pohon dan merendamnya dengan air agar ketelanya enak. Proses ini melibatkan sekitar 200 orang warga, terutama pemuda di desa tersebut.
"Di sini paguyuban pemuda menangani jimpitan, biayanya dari swadaya masyarakat di antaranya dari jimpitan warga yang setiap minggu sekali diambil. Kekompakan dan butuh gotong royong warga untuk bisa mewujudkan ini. Semua terlibat," katanya.
Sementara itu, Bupati Pekalongan Asip Kholbihi mengatakan, tradisi syawalan gethuk lindri terpanjang tersebut merupakan bagian nguri-nguri budaya kuliner masyarakat Jawa. Menurutnya, gethuk merupakan makanan masyarakat saat penjajahan Jepang. Sehingga dengan memakan gethuk, akan ingat kembali betapa pedihnya tatkala bangsa ini terjajah.
"Momentum Hari Raya Idul Fitri ini patut bersyukur kepada Allah SWT atas nikmat kemerdekaan, untuk mengingatkan kembali betapa menderitanya bangsa kita antara lain dengan menengok makanan tradisional gethuk ini. Karena itu dulu merupakan makanan alternatif dari beras, ketika beras itu semuanya dibawa Jepang," katanya.
Dengan tradisi syawalan gethuk lindri, lanjut Asip, untuk menumbuhkan patriotisme masyarakat. "Masyarakat Ambokembang Gang 9 sudah menginisiasi bagaimana menghidupkan kembali kuliner yang dulu merupakan makanan utama, sekarang menjadi makanan tambahan dan cemilan atau pelengkap. Ini juga menunjukan masyarakat Kabupaten Pekalongan diambang kesejahteraan yang semestinya, karena sudah menjadikan gethuk sebagai makanan tambahan bukan makanan utama," ujarnya.