Demi Kami Demi Genzi,  Menangilah Pilwalkot Semarang 

  • Surat untuk Ibu Agustin

Agustina Wilujeng P

Ibu Agustin yang baik,

Saya tahu hari-hari ini Ibu pasti sibuk luar biasa. Bukan saja sibuk membersamai warga, mendengarkan harapan mereka, tapi dan terutama, sibuk menata hati agar tetap tenang menghadapi fase akhir dari kontestasi pilwalkot ini.

Kenapa harus menata hati? Ya, karena semakin mendekati akhir kontestasi ini, pesta demokrasi yang kita bayangkan akan gayeng dan riang gembira, penuh adu gagasan dan ide tentang bagaimana memberdayakan dan membahagiakan warga Semarang, pada akhirnya dikotori oleh isu receh murahan, personal, dan kampanye hitam yang menjijikkan di media sosial. Dan dari penelusuran saya, ibulah sosok yang menjadi sasaran kampanye hitam dan jahat itu.

Tapi Bu Agustin, tenanglah. 
Angin kencang hanya memilih pohon yang tinggi dan kuat.
Badai dan ombak besar hanya menemui karang yang kokoh dan besar.
Dan ibulah pohon yang tinggi dan kuat itu. Ibulah badai yang kokoh dan besar itu. Ibu menjulang sekaligus tetap menapak bumi. Dan karena itu, Ibu jadi sasaran mereka yang iri dan merasa tak mampu untuk bersaing dengan persona dan juga program yang ibu tawarkan.
 

Ibu Agustin yang baik,
Kami Genzi baru kali ini atau dua kali mengikuti pilwalkot Semarang. Dan kami melihat pertunjukkan yang tak sehat dalam kontestasi ini. Nilai-nilai kesantunan ternyata hanya gincu di bibir. Menjunjung norma dan etika, juga moralitas agama, ternnyata hanya ucapan di bibir saja. 

Kami generasi muda ini Bu, menemukan kampanye yang jahat pada ibu, yang tak pernah kami bayangan terjadi. Kami melihat fitnahan yang demikian rendah digunakan, diserangkan pada ibu. Kami menerima SMS yang entah dari siapa, yang menjelek-jelekkan Ibu, yang ketika kami cari rekam jejaknya, tak pernah ada kebenaran di dalamnya.

Bu, kenapa cara-cara buruk mereka digunakan untuk mencapai tujuan?
Bu, mengapa fitnah mereka gunakan untuk menjatuhan?
Bu, mengapa mereka tidak berdasarkan pada kekuatan program dan kemampuan serta kualitas diri  untuk memenangi pilkada ini?

Ya, kami tahu, karena mereka memang tidak punya kualitas.
Ya, kami tahu, karena mereka memang tidak punya martabat.
Ya, kami tahu, mereka memang bukan politisi terhormat

Bu, kami muak dengan cara-cara mereka mempertontonkan keburukan dan menganggap itu wajar.
Kemuakan kami pada mereka itu akan kami jadikan alasan terbaik untuk memilih IBU. 
Karena dalam fitnahan semacam itu, karena dalam serangah hoaks, ibu tetap tersenyum, tetap kuat, dan tidak membalas, bahkan selalu menyabarkan pada pendukung untuk tidak emosi dan marah, lalu berbuat tak baik.


Ibu selalu bilang, Semarang jangan sampai ternodai oleh hal-hal buruk.
Ibu selalu bilang, Semarang harus kita cintai dengan hal-hal baik.
Ibu selalu ajarkan, untuk Semarang kita wajib mencegah kerusakan dan keburukan.

Bu Agustin, Engkau memang Ibu dalam arti yang sebenar-benarnya. Yang punya watak menjaga, punya karakter mengasihi, dan memaafkan, termasuk untuk mereka yang memusuhi dan membenci.

Ibu Agustin yang baik,
Demi kami Genzi, demi Semarang yang kita cintai ini, menangilah pilwakot ini.
Demi kerukunan, demi kebhinekaan, demi terjaganya hal-hal baik selama ini, menangilah pilwalkot ini.
Demi harapan kaum perempuan, kaum disabIlitas, juga mereka yang tak menyukai fitnah dan kebencian, menangilah pilwalkot ini.

 

Kami bersama ibu. Kami bersama ibu. 
Kami bersama hal-hal baik yang selama ini ibu pertunjukkan.

Bu, menangilah dan jadilah Walikota Semarang. 
Kami dan juga ratusan ribu warga Semarang,  akan bersama Ibu, dan berhadapan dengan mereka yang tidak punya martabat dan menjadikan fitnah serta kebencian sebagai iman. 

Bu Agustin, kami percaya, untuk Semarang yang semakin baik dan hebat, Ibulah pilihan yang paling tepat.

 

Bu Agustin yang baik,
Tetaplah percaya dan berjalanlah bersama hal-hal baik.
Kami mempercayaimu, kami memilihmu, Bu…

 

Wargamu,
Sabda Bara Muda

(Izin bu, surat ini saya kirimkan ke banyak media, juga ke beberapa media sosial, agar surat ini lebih banyak ditemui warga dan dibaca. Bukankah hal-hal baik harus dikabarkan, bu?)

Penulis : -
Editor   : rix