Kasus Penganiayaan Mahasiswa Fakultas Kedokteran di Semarang, Ini Alasan Penasehat Hukum Layangkan Mosi Tak Percaya ke Penyidik


Penasehat hukum mendampingi para saksi memenuhi panggilan penyidik. Foto Istimewa

SEMARANG WAWASANCO - Mahasiswa Fakultas Kedokteran perguruan tinggi di Kota Semarang, melaporkan dugaan penganiayaan yang dialaminya ke Polrestabes Semarang.

Terlapor tak lain teman sesama mahasiswa kedokteran berinisial MRP.

Kuasa hukum korban, Bedi Setiawan Al Fahmi mengungkapkan, dugaan penganiayaan terungkap saat orang tua korban warga Sungailiat, Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, melihat video kekerasan terhadap korban yang kuliah di Fakultas Kedokteran perguruan tinggi di Kota Semarang.

"Tidak terima dengan perlakuan kekerasan terhadap putrinya, kemudian pada 11 Juni 2022 orang tua korban membuat pengaduan di Polrestabes Semarang," kata Bedi, dalam keterangan tertulis yang diterima Redaksi, Sabtu (12/8/2023).

Penganiayaan yang dilakukan oleh pelaku menyebabkan korban tidak saja mengalami luka-luka di sekujur tumbuhnya, akan tetapi juga mengalami depresi dan traumatik hingga harus dirawat secara intensif di RSJ Dr. Amino Gondohutomo kurang lebih selama 14 hari.

Korban kemudian dibawa pulang oleh orang tuanya ke kampung halamannya yakni di Sungailiat Provinsi Kepulauan Bangka Belitung.

Namun hingga saat ini korban masih harus terus menjalani pengobatan rawat jalan di Rumah Sakit Daerah tempat tinggalnya.

"Bahkan, korban sudah tidak bisa lagi meneruskan kuliahnya seperti biasanya dikarenakan trauma untuk datang ke Kota semarang," ujarnya.

Setelah melalui rangkaian tahapan proses pemeriksaan oleh penyidik Polrestabes Semarang, tim penasihat hukum dan keluarga berhasil membawa korban datang ke Kota Semarang untuk membuat laporan secara langsung di Polrestabes Semarang pada 31 Oktober 2022 lalu.

Laporan tercatat dengan nomor :LP/B/728/X/2022/Polrestabes Semarang/Polda Jawa Tengah atas nama terlapor yaitu MRP.

"Kemudian pada 22 Oktober 2022, Polrestabes Semarang menerbitkan Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) atas nama terlapor nomor Nomor: B/294/RES.1.6./XI/2022/Reskrim," ujarnya.

Dalam prosesnya, penyidik telah melakukan serangkaian pemeriksaan. Di antaranya memeriksa 7 orang saksi, melakukan penyitaan barang bukti dan memeriksa terlapor MRP.

"Terlapor MRP telah diperiksa dan telah mengakui perbuatan tindak pidana penganiayaan yang dilakukannya terhadap korban. Namun di sisi lain, terlapor selalu berupaya melakukan teror dan intimidasi secara terus menerus kepada korban," ungkapnya.

Oleh karenanya, tim penasehat hukum meminta kepada penyidik untuk segera melakukan penahanan terhadap terlapor atau tersangka.

Permintaan itu dikirimkan pada 3 April 2023 lalu.

Menurut penasehat hukum korban, permintaan tersebut tidak diindahkan penyidik Polrestabes Semarang.

"Padahal terlapor sudah ditetapkan tersangka namun penyidik tidak melakukan penahanan sampai saat ini," sesalnya.

Melihat penanganan perkara oleh penyidik, tim penasehat hukum kemudian melayangkan surat perihal Mosi Tidak Percaya terhadap kinerja penyidik di Polrestabes Semarang atas proses penegakan hukum kepada korban.

"Kami juga meminta dan mendesak agar kasus klien kami ini segera diambil alih oleh Polda Jateng. Kami juga berkirim surat tembusan kepada Kapolri, Menkopolhukam, hingga Komnas Perempuan," desaknya.

Ia mengungkapkan alasan hukum mosi tidak percaya yang dilayangkan.

Menurutnya, penyidik tidak bertanggungjawab/ reliability penyelidik dalam memberikan pelayanan penyelidikan tidak mampu berfikir kritis dan kreatif, jujur, integritas, kompeten dan professional dan tidak responsif.

"Terlapor telah mengaku perbuatannya, dan penyitaan barang bukti berupa flashdisk berisi video tindak pidana penganiayaan serta alat bukti surat sudah sangat jelas, dan status terlapor sudah tersangka," lanjutnya.

Selain itu, ia menilai penyidik tidak serius dan bersungguh-sungguh dalam menindaklanjuti laporan dari korban karena sejak dijadikan tersangka dan korban telah memberikan keterangan tambahan, hingga saat ini terlapor belum juga dilakukan penangkapan dan penahanan. 

"Penyidik tidak transparan dan tidak akuntabel. Dalam penyidikan tidak ada hambatan namun hingga saat ini tidak ada kejelasan dan kepastian hukum terhadap perkara dari korban yang merupakan klien kami," pungkasnya

Penulis : rls
Editor   : edt