Semarang, Wawasan.co - Mahasiswa Program Studi Ilmu Komunikasi Universitas Semarang (USM) menggelar kegiatan Edukasi Fenomena Anti-Sosial bagi remaja Karang Taruna Asparta Kelurahan Sendangmulyo, Kecamatan Tembalang, Kota Semarang. Acara yang berlangsung di Balai RT 08 RW 07 tersebut menjadi wadah pembelajaran sekaligus ruang dialog bagi pemuda untuk memahami dan mencegah perilaku anti-sosial di lingkungan mereka.
Kegiatan ini merupakan bagian dari pemenuhan tugas Mata Kuliah Pancasila mahasiswa Ilmu Komunikasi semester 7. Dua narasumber, yaitu Raihan Wreksa Dimeitri dan Beta Vianda Nursifana, menyampaikan materi secara bergantian dengan dipandu oleh moderator Ajeng Ramadhani Kurniawan. Pelaksanaan acara juga melibatkan anggota kelompok lain: Royhan Muhammad Romyzan, Fadhil Aiman, Dhavin Shaaka Abiyoga, Ahmad Yusuf Wibowo, Rayhan Bimantoro, dan Fadila Amalia Imandini.
Dalam pemaparannya, Raihan menjelaskan definisi, faktor, serta dampak perilaku anti-sosial yang kini marak terjadi, baik di masyarakat maupun di lingkungan sekolah. Ia menegaskan bahwa perilaku tersebut dapat memicu disintegrasi sosial jika tidak ditangani secara serius.
“Kami memberikan penjelasan mengenai penyebab hingga dampak fenomena anti-sosial, sekaligus menawarkan solusi melalui penerapan nilai-nilai Bhinneka Tunggal Ika,” ujarnya.
Sementara itu, Beta Vianda sebagai ketua kegiatan menekankan pentingnya penguatan pemahaman melalui pendekatan terukur. Remaja Karang Taruna mengikuti pre-test dan post-test untuk melihat peningkatan wawasan, serta sesi tanya jawab sebagai evaluasi pemahaman.
“Materi yang kami berikan tidak hanya bersifat teoritis, tetapi juga mendorong mereka menerapkannya melalui kegiatan karang taruna agar tercipta lingkungan yang solid, inklusif, dan bebas dari individualisme,” ungkap Beta.
Antusiasme peserta terlihat dari partisipasi aktif dalam diskusi. Tiga anggota karang taruna mengajukan pertanyaan seputar fenomena anti-sosial dan penerapan nilai keberagaman dalam kehidupan sehari-hari. Keterlibatan tersebut menunjukkan bahwa isu ini dekat dengan realitas mereka sebagai remaja yang sedang membangun identitas sosial.
Melalui kegiatan ini, mahasiswa USM berharap pemahaman mengenai anti-sosial dapat diterapkan secara nyata, terutama dalam mencegah perundungan, diskriminasi, serta mempromosikan penggunaan teknologi dan media sosial secara bijak. Para narasumber juga menekankan bahwa lingkungan yang inklusif dan kolaboratif merupakan kunci untuk membangun generasi muda yang memiliki empati dan kepedulian sosial.
Kegiatan edukatif ini diharapkan menjadi langkah awal dalam memperkuat peran Karang Taruna Asparta sebagai agen perubahan di masyarakat, sekaligus wujud nyata kontribusi mahasiswa USM dalam pengabdian dan pemberdayaan komunitas lokal.
Penulis : holy
Editor : Daniel