
Ekonom Unika Soegijapranata Semarang Prof. Dr Andreas Lako dan pengamat ekonomi Undip Prof. Dr. FX Sugiyanto, dalam diskusi daring yang diadakan Joglosemar Institut, Jumat (21/8).
SEMARANG, WAWASANCO - Ekonom Unika Soegijapranata Semarang Prof. Dr Andreas Lako, menilai ketika dunia usaha kembali aktif beropreasi, di era normal baru, mereka akan meminta kembali para pekerja yang dirumahkan untuk kembali kerja, meski tidak menutup kemungkinan juga akan merekrut pekerja baru.
"Dalam situasi saat ini, hal itu bisa memunculkan radikalisme ekonomi, dimana pelaku usaha bisa melakukan pemaksaan-pemaksaan, " Kamu para pekerja butuh hidup dan pekerjaan kan, ini saya kasih pekerjaan tapi ikut aturan saya. Misalnya dengan gaji rendah dan tanpa jaminan kesehatan," paparnya, dalam diskusi daring yang diadakan Joglosemar Institut, Jumat (21/8).
Untuk mencegah hal tersebut, perlu aturan yang melindungi pekerja dari radikalisme ekonomi, termasuk melindungi dunia usaha dari radikalisme sosial.
"Kalau saya lihat itu menjadi krusial dan urgent. Secara keseluruhan dari kaca mata saya sebagai akademisi bukan dari pekerja atau aktivis pekerja, dalam konteks memberikan peningkatan perlindungan dan peningkatan kesejahteraan kepada karyawan, RUU Cipta Kerja itu sudah bagus," ujarnya.
Dirinya menilai jika RUU Cipta Kerja tersebut disahkan, para pekerja bisa punya pegangan. "Tidak ada UU yang menyenangkan semua orang, tapi ini memberikan semacam perlindungan dari tindakan radikalisme ekonomi dari pelaku usaha, ujarnya. Begitu juga sebaliknya, UU ini memberikan jaminan perlindungan dunia usaha dari radikalisme sosial dari para pekerja," terangnya.
Disinggung, apakah ketika RUU Cipta Kerja disahkan maka investasi dan lapangan kerja langsung akan tumbuh di suatu daerah. Andreas berpendapat, masih ada faktor pendukung lain yang harus terjaga sebuah daerah agar bisa menarik investasi. " Tidak otomatis, kalau dalam keadaan normal iya, kalau situasi saat ini tidak,"ujarnya.
Faktor lain yang akan mempengaruhi adalah bagaimana perkembangan penanganan Covid di daerah tersebut. Jika penanganan pengendalian Covid bagus industri akan senang. Selain itu investor juga melihat apakah tata kelola dunia usaha di daerah tersebut bagus atau tidak. selanjutnya apakah tenaga kerja yang tersedia, dari sisi etos kerja dan daya produktifitas bagus atau tidak.
Perlu Perbaikan
Hal senada juga disampaikan, pengamat ekonomi Universitas Diponegoro (Undip) Prof. Dr. FX Sugiyanto. Diterangkan, RUU Cipta Kerja masih bisa diperbaiki dan tetap perlu disahkan.
“Kalau menurut saya, saya membaca ditolak itu bukan berarti tidak harus diundangkan, tetapi memperbaiki kelemahan-kelemahan. Dalam praktik implementasi saya pikir hal-hal itu pasti akan terjadi ketidaksetujuan maka itu menjadi kritik bagi pemerintah untuk memperbaiki itu. Tapi tanpa itu nanti kita tidak akan pernah maju,” paparnya, dalam kegiatan webinar yang sama tersebut.
Sugiyanto menilai RUU Cipta Kerja memiliki semangat yang baik untuk mengatasi hambatan-hambatan regulasi. Menurutnya, dalam praktik implementasi perundang-undangan sering kali terjadi ketidaksesuaian antar undang-undang.
Guru Besar Fakultas Ekonomi dan Bisnis Undip terseubut, mengaku setuju apabila RUU Cipta Kerja disahkan menjadi Undang-Undang. Dengan demikian, kata Sugiyanto, hambatan-hambatan yang selama ini muncul dan pasti akan terjadi itu mulai dipangkas.
“Jujur saya termasuk yang sangat setuju dengan UU Cipta Kerja. Dengan segala kelemahannya yang perlu diatasi. Karena dengan begitu, hambatan-hambatan yang selama ini muncul dan pasti akan terjadi itu mulai dipangkas,” ungkapnya.
Sugiyanto berharap jika RUU Cipta Kerja ini disahkan, kerja sama dan kolaborasi antar Kementerian dan Pemerintah Daerah bisa semakin intensif.
“Mestinya nanti setelah UU disahkan, nanti peraturan di bawahnya itu harus lebih intensif lagi. Kolaborasi antar Kementerian dan OPD di tingkat daerah, itu harus dilakukan dan itu tidak mudah tapi memang harus dilakukan. Maka praktik-praktik hambatan dalam kelembagaan aturan, kemudian hubungan antar birokrasi ini harus bisa diperbaiki. Jadi semakin intensif untuk bekerja sama,” jelasnya lagi.
Ditandaskan, RUU Cipta Kerja pada dasarnya mendorong bagaimana agar terjadi sinkronisasi, dengan mengurangi hambatan-hambatan terjadi secara parsial karena berlakunya sebuah undang-undang.
"Banyak dalam praktik perundang-undangan, ketika diimplementasikan itu tidak sinkron sehingga itu tidak jalan di level bawah. Jadi menurut saya biarlah ketidaksetujuan itu menjadi masukan, tetapi RUU Cipta Kerja itu juga menurut saya suatu upaya yang juga harus dilihat banyak sisi positifnya,” pungkas Sugiyanto.
Penulis : arr
Editor : edt